Mengenal lilin lebah

Berbicara mengenai produk perlebahan, sebagian besar masyarakat barangkali hanya familiar dengan madu. Cairan keemasan yang rasanya manis ini memang paling popular, karena sebagian besar orang menyukainya. Orang-orang mengonsumsi madu sebagai suplemen kesehatan, atau bahkan menganggapnya sebagai obat. Rasa-rasanya masih sebatas itu pemahaman sebagian besar orang terhadap lebah. Padahal, selain madu masih banyak produk potensial lainnya yang dihasilkan oleh industri perlebahan. Sederet komoditas lainnya yang dihasilkan lebah antara lain propolis, royal jelly, pollen lebah (beepollen), dan lilin lebah.

Kali ini fokus pada lilin lebah atau dikenal juga sebagai beeswax. Lilin lebah dihasilkan oleh kelenjar pada bagian segmen-segmen perut (abdomen) lebah pekerja. Pada lebah dari marga Apis, lilin ini merupakan bahan utama penyusun sarang segi enam yang sangat khas itu. Fungsinya sarang lebah adalah sebagai pelindung larva dan pupa, serta media penyimpanan makanan seperti madu, roti lebah (beebread), dan royal jelly.

Lilin alami yang dihasilkan oleh lebah ini bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan manusia. Beberapa peradaban kuno telah memanfaatkannya sebagai lilin bakar untuk penerangan. Orang-orang Mesir kuno juga menggunakan lilin lebah sebagai bahan patung dan lukisan. Beeswax juga pernah digunakan dalam dunia kedokteran gigi, misalnya sebagai bahan terapi gigi yang berlubang seperti yang ditemukan di Slovenia. Dalam perkembangannya, lilin lebah digunakan dalam pembuatan sabun, aneka kosmetik, dll. Tradisi pemanfaatan lilin lebah di masyarakat Jawa juga sudah relatif tua, yaitu sebagai salah satu bahan penting dalam pembuatan batik.

Untuk mendapatkan lilin lebah, dilakukan ekstraksi dari sisa kantong madu lebah Apis spp. yang telah dipanen. Sisa-sisa kantong madu tersebut dipanaskan hingga mencair, kemudian disaring untuk memisahkannya dari material pengotor, dan kemudian dicetak pada wadah. Seiring dengan proses pendinginan, cairan tersebut akan mengeras dan membentuk balok lilin berwarna kuning. Balok lilin ini masih merupakan produk mentah yang perlu diproses lagi menjadi berbagai produk turunan. 

 

Menurut beekeepercenter[dot]com, ada sekitar 300 jenis penggunaan lilin lebah di berbagai industri. Di pasaran, produk-produk turunan beeswax yang cukup mudah ditemuai antara lain lilin aroma terapi, pomade, sabun, dan aneka kosmetik lainnya. Umumnya produk-produk tersebut masih bersifat eksklusif dan harganya relatif mahal. Indonesia dengan potensi lebah yang luar biasa besar kiranya perlu melirik pengembangan salah satu produk istimewa ini.

Resiko memobilisasi koloni lebah



Indonesia dikenal sebagai negara megabiodiversitas, karena keanekaragaman hayatinya yang tinggi. Dengan kondisi geografis yang berupa kepulauan dan berada pada pertemuan dua zona biogeografi dunia, menjadikan keunikan tersendiri bagi keanekaragaman hayati di Nusantara. Ada tiga zona sebaran flora-fauna di Indonesia, meliputi asiatis (bagian barat), peralihan (bagian tengah), dan australis (bagian timur). Masing-masing zona tersebut memiliki komposisi jenis yang mencerminkan kekhasan sendiri-sendiri.

Dengan kekayaan flora-fauna dan keunikan distribusi/sebarannya, maka potensi yang bisa dikembangkan juga sangat melimpah, Keanekaragaman jenis lebah menjadi salah satu peluang untuk dikembangkan. Memiliki kekayaan jenis lebah Apis terbanyak di dunia, dan lebih dari 40 jenis lebah Meliponini (klanceng/kelulut); menjadikan Indonesia berpeluang menjadi penghasil madu yang besar. Pengembangan usaha perlebahan tentunya perlu dilakukan dengan mengedepankan prinsip-prinsip kelestarian dan kesinambungan.

Salah satu prinsip pemanfaatan lebah native secara lestari adalah menggunakan lebah asli sesuai dengan distribusi/sebaran alamiahnya. Keunggulannya, jenis-jenis tersebut telah teradaptasi dengan baik dengan lingkungannya. Tidak membutuhkan modal besar untuk penyiapan lingkungan, meskipun tetap dibutuhkan pengayaan pakan agar lebah yang digunakan menghasilkan madu. Dengan demikian, tidak perlu mendatangkan koloni lebah dari tempat lain. Mendatangkan atau mengirimkan koloni lebah dari satu tempat ke tempat lain justru memiliki resiko besar bagi masa depan perlebahan kita.

Resiko memobilisasi koloni antara lain; berpeluang menjadi jenis asing invasif di daerah/ lokasi yang baru. Menurut wikipedia.org, jenis invasif atau jenis asing invasif (disingkat JAI; bahasa Inggris: invasive species atau invasive alien species, disingkat IAS) adalah spesies pendatang di suatu wilayah yang hidup dan berkembang biak di wilayah tersebut dan menjadi ancaman bagi biodiversitas, sosial ekonomi, maupun kesehatan pada tingkat ekosistem, individu, maupun genetik. Invasif bisa mengalahkan jenis lokal, misalnya dalam mendapatkan pakan maupun sarang.

Resiko lain yang ditanggung dari peredaran koloni lebah tanpa adanya regulasi yang ketat adalah potensi penyebaran hama dan penyakit. Contoh yang telah terjadi adalah penyebaran Varroa destructor, tungau parasit pada lebah Apis mellifera yang telah menyebar ke sebagian besar negara karena mobilisasi koloni.

Budidaya lebah yang semakin marak, terutama pada jenis-jenis klanceng/kelulut memberi peluang ekonomi yang baik bagi masyarakat. Namun kiranya fenomena tren meliponikultur ini perlu dikelola dengan baik, salah satunya terkait mobilisasi koloni lebah. Kedepan perlu ada regulasi terkait pengiriman koloni lebah dari satu tempat ke tempat lain, apalagi lintas zona biogeografis. Edukasi kepada masyarakat mengenai resiko mobilisasi koloni lebah juga perlu digalakkan.

Pemanenan madu klanceng


Salah satu produk yang dapat dipanen dari lebah tanpa sengat (klanceng) adalah madu. Madu lebah berukuran mini dan tanpa sengat ini memiliki karakteristik yang unik, seperti pernah dibahas di artikel sebelumnya. Perlu dipahami adalah bahwa madu merupakan cadangan makanan bagi koloni lebah. Dalam mengambil madu dari koloni lebah yang kita pelihara hendaknya dilakukan secara bijak. Pemanenan madu bisa dilakukan jika kondisi koloni sehat, musim yang mendukung, dan sumber pakan melimpah. Untuk bisa memproduksi madu dalam jumlah yang layak tentunya sangat tergantung ketersediaan pakan di sekitar lokasi budidaya.

Jika lingkungan sekitar lokasi ternak kaya akan sumber pakan, kita mungkin bisa memanen madu dari koloni lebah yang dipelihara tiap satu bulan sekali. Dalam kondisi lingkungan yang kurang ideal, waktu pemanenan akan lebih lama. Puncak musim panen adalah pada saat bebungaan melimpah. Pada musim penghujan, produktivitas koloni biasanya akan turun mengingat aktivitas lebah-lebah dalam mengumpulkan cadangan makanan juga menurun secara signifikan. Pada masa-masa inilah lebah akan memanfaatkan cadangan makanan yang mereka miliki.

Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam pemanenan madu:
-Prosedur pemanenan yang mengutamakan kelestarian antara lain dengan meminimalkan lebah yang mati. Panen madu hanya saat simpanan madu melimpah. Sisakan madu sebagai cadangan pakan.
-Pastikan umur madu telah layak panen, ditandai dengan pot madu yang tertutup rapat dan tidak ada buih.
-Hindari madu tercampur pollen, agar madu tidak cepat mengalami fermentasi.
-Prosedur pemanenan higienis; peralatan bersih dan memenuhi standar pangan (foodgrade), menggunakan sarung tangan. Pengemasan disarankan menggunakan botol kaca. Alternatif lain adalah botol plastik PET (sekali pakai).
-Meminimalkan kontak antara madu dengan udara bebas agar kadar air terjaga.

Metode pemanenan madu untuk jenis kelulut kecil seperti marga Tetragonula umumnya dengan cara diperas. Dengan memeras pot-pot madu seperti ini, biasanya madu yang diperoleh akan terpapar beebread (pollen lebah). Sedangkan untuk kelulut besar yang dipelihara dengan sistem topping, pemanenan umumnya dilakukan dengan menyedot madu menggunakan alat sedot madu. Kelemahan menggunakan metode sedot biasanya madu menjadi mudah mengeluarkan gas. Alat sedot yang tidak steril dari mikrobia juga bisa membahayakan koloni lebah.

Hari Lebah Sedunia 2020


Hari Lebah Sedunia (World Bee Day) diperingati setiap tanggal 20 Mei. Perayaan ini bertepatan dengan hari kelahiran tokoh penting perlebahan dunia, Anton Jansa, pionir apikultur modern. Jansa lahir di Slovenia tahun 1734, selama hidupnya mendedikasikan diri pada pengembangan budidaya lebah, hingga wafat pada 1773. Slovenia sendiri sampai sekarang menjadi negara dengan kepedulian yang tinggi terhadap perlebahan. Hari lebah  menjadi momentum bagi semua masyarakat dunia untuk mengingat dan meningkatkan kepedulian kepada peran penting lebah sebagai serangga polinator.

Jenis lebah sangat banyak, mencapai 20 ribuan. Sebagian hidup berkoloni, sebagian besar lainnya merupakan jenis-jenis yang hidup soliter. Semuanya membawa manfaat. Peran lebah dalam membantu penyerbukan menjadikan lebah sebagai kunci dalam kelangsungan hidup dunia. Menurut FAO, ada peran lebah pada sepertiga pangan dunia. Sebuah manfaat yang luar biasa besar. Lebah madu dipelihara untuk menghasilkan produk-produk bermanfaat bagi manusia antara lain madu, beepollen, royal jelly, dan propolis. Bahkan sengat lebah bisa digunakan sebagai terapi kesehatan.

Sayangnya, di sisi lain lebah menghadapi ancaman yang semakin serius. Laporan IUCN pada tahun 2015 menyatakan bahwa 10 % jenis lebah menghadapi ancaman kepunahan. Di Amerika penurunan populasi lebah madu berlangsung begitu cepat. Tiap musim dingin populasi lebah menyusut secara dramatis. Pada tahun 2017 misalnya, kehilangan koloni lebah madu mencapai 33%. Angka yang menyeramkan. Di Indonesia data tentang kondisi populasi lebah kita masih sangat minim.

Menyusutnya populasi lebah disebabkan oleh banyak faktor, antara lain:
- Hama dan penyakit: tungau varrhoa, penyakit nosema, infeksi virus.
- Insektisida yang tidak terkontrol, misalnya golongan neonicotinoid yang telah terbukti berbahaya bagi lebah
- Kehilangan habitat
- Perubahan iklim

Semoga kita bisa menjadikan momentum hari lebah dunia untuk lebih mencintai dan melestarikan lebah, bagi masa depan bumi. Di tengah ancaman pandemi Covid-19, World Bee Day 2020 makin menyadarkan kita akan potensi lebah sebagai alternatif ekonomi bagi masyarakat pedesaan dalam menghadapi situasi krisis yang tidak menentu. Dan, ada harapan kepada produk-produk lebah untuk menjaga imunitas penduduk dunia dalam perang besar melawan virus. Selamat Hari Lebah Sedunia!

Ref: worldbeeday.org


Heterotrigona itama


Heterotrigona itama merupakan jenis lebah tanpa sengat yang cukup mudah dikenali. Ukuran tubuhnya relatif besar, panjang tubuhnya lebih dari 5 mm. Tubuhnya berwarna hitam legam, dengan sayap transparan dan satu warna. 

Habitat utama lebah ini biasanya di kawasan hutan yang masih bagus. Di alam, lebah kelulut jenis ini umunya bersarang pada lubang pohon, meskipun pada beberapa kasus dijumpai bersarang di habitat lain. Pintu masuk sarangnya biasanya dilengkapi dengan corong sederhana yang relatif lembek. 

Di dalam sarang lebah membangun sarang dan meletakkan telur-telur dalam brood cells yang tersusun bertingkat-tingkat. Cadangan makanan berupa roti lebah (bee bread) dan madu biasanya berada di bagian paling atas, meskipun terkadang dijumpai pula di samping atau bahkan di bagian bawah. Kecenderungan penempatan pot-pot makanan ini bisa jadi dipengarui bentuk ruangan yang ada. 


Produktivitas madu yang dihasilkan jenis ini relatif besar, asal dipelihara di lingkungan dengan kondisi vegetasi yang menyediakan pakan dan sumber resin berlimpah. Oleh para pembudidaya, lebah yang umumnya dikenal dengan nama itama ini bisa dipelihara dalam berbagai media seperti stup sederhana, stup bertopping, ataupun dipertahankan dalam log kayu. Jenis ini direkomendasikan untuk dipelihara hanya di habitat asalnya.

Taksonomi
Kingdom: Animalia
Filum: Arthropoda
Kelas: Insecta
Bangsa: Hymenoptera
Suku: Apidae
Tribus: Meliponini
Marga: Heterotrigona Schwarz, 1939
Jenis: Heterotrigona itama Cockerell 1918


Itama dalam kotak sederhana

Lebah potensi hutan Indonesia



Indonesia dikenal sebagai negara megabiodiversitas karena kekayaan hayatinya yang tinggi. Kawasan hutan kita luas. Keanekaragaman hayati yang kita miliki sejatinya bisa menjadi alternatif untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa Indonesia. Namun sepertinya paradigma kita masih belum sampai pada tataran itu. Sebagai contoh sederhana, selama ini kita memaknai hutan hanya sebatas produksi kayu sebagai komoditas ekonomi. Pemahaman kita akan potensi hasil hutan non kayu masih terbatas sekali. Padahal hasil hutan nonkayu seperti resin, rotan, madu, dan aneka flora fauna merupakan potensi yang sangat besar jika dikelola dengan baik.

Kedepan kita perlu merubah paradigma yang memandang kayu sebagai komoditas utama. Keanekaragaman hayati yang kita punya perlu diinventarisasi, kemudian dikaji pemanfaatannya untuk kesejahteraan bangsa ini. Kesadaran akan betapa banyak potensi tanaman pangan, potensi tanaman obat, potensi binatang bermanfaat, potensi ekowisata dan lain-lain perlu dimunculkan. Pengetahuan dan cara berpikir yang berbasis pada keanekaragaman hayati secara komprehensif, paket teknologi, dan pengembangan pasar merupakan modal dasar membangun masa depan sektor kehutanan.

Sebagai negara tropis, Indonesia dikaruniai kekayaan jenis lebah yang tinggi. Kita adalah negara dengan kekayaan jenis lebah madu dari marga Apis yang terbanyak di dunia. Di luar lebah madu Apis, Indonesia memiliki sekitar 40 jenis lebah tanpa sengat atau lazim disebut kelulut/klanceng/teuweul. Sebagian besar bisa dikembangkan sebagai lebah penghasil madu. Sungguh suatu ironi karena faktanya kita masih menjadi negara pengimpor madu.



Kekayaan jenis kelulut yang kita miliki menjadi contoh kecil potensi ekonomi berbasis keanekaragaman hayati. Jika potensi kelulut ini dikelola dengan baik, tentunya menjadi kontribusi positif bagi perekonomian masyarakat, terutama mereka yang tinggal di sekitar kawasan hutan. Dalam sebuah dokumennya, FAO menyebutkan bahwa budidaya lebah merupakan salah satu peluang ekonomi terbaik bagi masyarakat di sekitar kawasan hutan (Bradbear, 2008).

Selain manfaat langsung berupa madu dan produk perlebahan seperti beepollen dan propolis yang langsung bisa dikonversi dalam bentuk rupiah, manfaat ekologis lebah kelulut sebagai serangga penyerbuk patut menjadi catatan bagi kita. Sayangnya, kita tidak pernah menghitung nilai ekonomi dari jasa serangga-serangga kecil tersebut pada hasil pertanian dan perkebunan yang dihasilkan para petani.


Ref:
Bradbear, N. 2009. Bees and their role in forest livelihood: A guide to the services provided by bees and the sustainable harvesting, processing and marketing of their products. FAO, Rome