Tingkat konsumsi madu orang Indonesia masih sangat rendah. Fakta ini harus kita akui bersama. Untuk sebuah negara megabiodiversity di kawasan tropis dengan kekayaan jenis lebah yang tinggi, ini menjadi ironi tersendiri. Di negara-negara maju, konsumsi madu per orang per tahun lebih dari 1 kg. Sedangkan orang Indonesia tak lebih dari 3 sendok (sekitar 30 gram). Dengan konsumsi sebesar itu, kita membutuhkan 7.500 ton madu per tahun (Novandra & Widnyana, 2013).
Madu yang kita minum sehari-hari disuplai dari pemanenan alam maupun dari peternakan lebah. Negeri kita dikaruniai satu jenis lebah istimewa bernama Apis dorsata (lebah hutan). Lebah jenis ini hidup di habitat hutan yang relatif masih baik, membangun sarang terutama pada dahan-dahan pohon. Lebah jenis ini masih menjadi salah satu pemasok kebutuhan madu nasional. Selebihnya, madu dan produk lebah lainnya disuplai dari peternakan lebah dalam negeri, maupun impor.
Madu yang kita minum sehari-hari disuplai dari pemanenan alam maupun dari peternakan lebah. Negeri kita dikaruniai satu jenis lebah istimewa bernama Apis dorsata (lebah hutan). Lebah jenis ini hidup di habitat hutan yang relatif masih baik, membangun sarang terutama pada dahan-dahan pohon. Lebah jenis ini masih menjadi salah satu pemasok kebutuhan madu nasional. Selebihnya, madu dan produk lebah lainnya disuplai dari peternakan lebah dalam negeri, maupun impor.
Pekerja lebah hutan Apis dorsata
Peternakan lebah umumnya merawat Apis mellifera sebagai lebah penghasil madu maupun produk lebah
lainnya. Jenis lebah ini merupakan lebah impor yang dipilih para peternak
karena kapasitas produksi madunya yang relatif besar. Jenis lebah lokal asli
Indonesia, Apis cerana, cukup banyak
dipelihara oleh para peternak tradisional di pedesaan. Produksi madu dari jenis
ini tidak terlalu berlimpah namun banyak diburu karena kualitasnya dianggap
lebih bagus dibandingkan madu dari lebah impor.
Barangkali tak banyak dari kita yang mengetahui bahwa selain
lebah-lebah dari marga Apis, kita memiliki kelompok lebah lain yang potensial
untuk menghasilkan produk-produk lebah (madu, pollen, propolis). Lebah-lebah
tersebut lebih mudah dipelihara dan menghasilkan madu yang sangat baik. Mereka
bahkan tidak bersengat. Di Indonesia, lebah tak bersengat dikenal dengan
berbagai nama lokal. Sebutan-sebutan lokal tersebut antara lain kelulut (Melayu), klanceng (Jawa), teuweul
(Sunda), gala-gala (Sumatra Barat),
dll.
Kelompok lebah tak bersengat (Meliponini) menghuni kawasan
tropis. Sebagian kecil mampu bertahan di subtropis. Di dunia, lebih dari 500
jenis lebah tak bersengat telah diketahui. Jenis lebah tak bersengat di
Indonesia berdasarkan catalog Indomalayan
Stingless Bee Rasmussen adalah 35 jenis. Jumlah itu diyakini akan terus
bertambah seiring catatan-catatan baru. Beberapa jenis lebah tak bersengat
telah dipelihara untuk diambil produk lebahnya. Meskipun masih berskala kecil,
namun kegiatan ini menjadi lompatan besar dalam perlebahan di Indonesia.
Madu yang
dihasilkan oleh lebah tak bersengat memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri. Lebah
tak bersengat menyimpan madu dalam kantong-kantong yang terbuat dari getah
tanaman, biasa disebut pot madu. Sumber getah bervariasi, dan akan menentukan
karakteristik dari madu, terutama dalam hal aroma. Kelompok lebah berukuran
mini ini merupakan kelompok generalis, artinya mereka mengambil nektar sebagai
bahan madu dari berbagai jenis tanaman berbunga sebagai kekayaan tropis,
sehingga menghasilkan rasa yang kompleks dan unik. Rasa asam yang khas umumnya
dijumpai pada madu lebah tak bersengat. Bisa dibilang merupakan
representasi keanekaragaman kawasan tropis, cita rasa hutan Indonesia.