Mengapa Meliponikultur?


Meliponikultur dapat diartikan sebagai upaya pemeliharaan lebah tanpa sengat atau lebah Meliponin. Lebah tanpa sengat merupakan lebah berukuran kecil, termasuk suku Apidae. Kelompok lebah ini dikenal dengan berbagai nama lokal seperti klanceng (Jawa), teuweul (Sunda), kelulut (Melayu), gala-gala (Minang), dll. Kelompok lebah ini hidup di kawasan tropis sampai subtropis. Di dunia ada sekitar 500 jenis lebah tak bersengat dari kelompok ini. Benua Amerika menyumbangkan sebanyak 300 jenis, Afrika sebanyak 50 jenis. Asia 60 jenis dan Australia 10 jenis (Breadbear, 2009). Menurut catatan Rasmusen (2008), Indonesia setidaknya memiliki 35 jenis lebah tanpa sengat. Jumlah tersebut terus diperbaharui dan saat ini dipercaya hampir mencapai 50 jenis.

Setiap kawasan memiliki jenis-jenis khas masing-masing. Banyak jenis kelulut telah berhasil dibudidayakan. Setiap jenis memiliki cara hidup yang berbeda-beda, sehingga teknik dan pengelolaan budidayanya juga berbeda-beda pula. Sebagai negara tropis dengan Sumber Daya Alam yang kaya, bisa dikatakan Indonesia adalah salah satu negara yang paling potensial dalam pengembangan meliponikultur.

Saat ini Indonesia masih mengalami defisit pasokan madu. Suplai madu utama dipenuhi dari pemanenan lebah hutan Apis dorsata, budidaya lebah impor Apis mellifera, dan setengah sisanya dipenuhi dari impor. Potensi budidaya lebah tanpa sengat atau kelulut masih belum dikelola dengan baik. Pengembangan budidaya lebah tanpa sengat atau meliponikultur memiliki kelebihan antara lain:
-Lebah yang digunakan adalah lebah native atau sesuai dengan sebaran alaminya, sehingga jauh lebih adaptif dibandingkan dengan jenis lebah impor. Lebah native juga tidak akan memberikan dampak negatif ekosistem.
-Madu yang dihasilkan merupakan madu yang memiliki keunggulan dari sisi kandungan nutrisi dan kandungan zat-zat bermanfaat seperti antioksidan.
-Meskipun kapasitas produksi madunya relatif jauh lebih kecil dari madu Apis, namun harganya jauh lebih mahal sehingga secara ekonomi menguntungkan.
-Lebah tanpa sengat lebih mudah dikelola karena tidak menyengat. Pemeliharaannya bisa dilakukan siapa saja.
-Lebah tanpa sengat memberikan manfaat ekologis berupa jasa penyerbukan bebungaan. Karena ukuran tubuhnya yang kecil maka lebah ini mampu masuk ke dalam bunga-bunga kecil dan membantu proses penyerbukan.


Pengembangan meliponikultur menjadi salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan maupun pedesaan. Produksi madu dapat menjadi alternatif pemasukan keluarga. Pemanfaatan madu untuk konsumsi keluarga juga sangat positif dalam menjaga kesehatan. Selain menjadi salah satu kegiatan yang memberi kontribusi ekonomi, budidaya kelulut merupakan aktivitas yang sangat tepat untuk pendidikan konservasi. Mendorong pelestarian hutan melalui kegiatan ekonomi. 

Referensi
Breadbear, N. 2009. Bees and their role in forest livelihood: A guide to the services provided by bees and the sustainable harvesting, processing and marketing of their products. Rome: FAO
Rasmussen, C. 2008. Catalog of the Indo-Malayan/Australasian stingless bees (Hymenoptera: Apidae: Meliponini). Zootaxa 1935 pp 1-80.

*Foto utama Dok A. Ronny.
Previous
Next Post »